Berapa kauh lagi kau akan berlari? MembuatNya menjadi sedih sebab kau menjauh dariNya.
Padahal pada setiap langkah terdapat banyak NikmatNya yang selalu kau tiadakan.
Berlarilah kau menjauh, maka kau akan temukan kesedihan dan kehampaan hidup.

Duhai hamba yang tak pernah menghamba. Apa rasanya hidup tanpa makna, hampa.
Lalu kau malah terus menjauh yang kau kira kau sedang mencari.
Kau malah terus berlari yang kau kira mendekar pada kebebasan.

Hamba yang tak berani menoleh kebelakang, bahkan tak pernah mencium tanah dibawahnya, bagaimana cinta Tuhan akan datang kepadamu jika kau terus menjauhi Ia.
Berhentilah, Bersujudlah, Mendekatlah PadaNya.

Diatas semua bebanmu, ada Tuhan yang tak pernah ikut menjauh darimu.
Ia menunggumu mendekat padaNya, mendekatlah walau dengan merangkak.

dee.
Kau bilang takut ia pergi darimu, lalu kau minta ia menunggu.
Kau berjanji padanya kau segera tiba dengan membawa bermacam janji pengikut lainnya.
Kau yakinkan ia kau benar-benar akan datang, kau teramat ingin menjaga ia.
Kau telah berjanji.

Kau berani sekali membuatnya menunggu, apa yang kau punya sehingga ia harus mau mengikutimu.
Apa yang membuatmu yakin kau akan patut untuk ditunggu,
apa pula yang akan kau bawa hingga ia akan tertarik untuk berjalan bersamamu.

Kau sungguh berani.

Datangilah ia dengan baik, ketika kau siap dan ia siap.
Tak perlu ada yang menunggu, tak perlu sendirian kedinginan menunggu yang lainnya.
Ia atau kau bisa berjalan duluan mencari perapian hangat.
Atau menyeduh coklat panas untuk dinikmati sendiri.

Membuatnya menunggu bukanlah hal yang baik,
jangan membuatnya menghalangi kebaikan yang akan datang padanya.

dee.
Pada suatu masa. Ada luka yang lagi-lagi terkoyak. Bukan karena datangnya masa lalu itu. 
Tapi karena, ada hal yang lebih menyakitkan. 
Bukan tentang dia, bukan tentang ke-alpa-annya lagi di hidupmu. Tapi tentang sesuatu yang maha penting dalam hidupmu

When you try your best but you don’t succeed

Ya, Saat kamu sudah mencoba hal yang terbaik (menurutmu) tapi semua itu hampa. 
Tiada artinya, Saat kamu sudah merasa ini adalah puncak terbawah hidupmu. 
Satu-satunya Kegagalanmu selama 20 tahun hidup. Bahkan sampai-sampai kamu merasa kufur. 
Sampai-sampai kamu merasa Tuhan tidak Adil terhadapmu. 
Aku pernah merasakannya, dan aku sedang berada pada titik itu.

Apa kamu pernah merasa iri? Kenapa dia, mereka, orang lain yang dia tak pernah berusaha sekeras kamu. Tak pernah banting tulang pagi-siang-malam tetapi mendapat kabar berita yang baik? Sedangkan kamu? Menempuh jarak berpuluh kilometer dari pagi sampai malam. Tapi, kabar yang Tuhan berikan untukmu tidak pernah membahagiakan?

Saat kamu sedang berada di titik terbawah hidupmu, saat kamu butuh support, tapi yang ada hanya cacian dari mereka yang tak pernah mengerti perjuangan hidupmu.
Aku (mungkin) telah sampai pada titik terlelahku, pada titik terbawahku. 
Bahkan mungkin parahnya. Aku sudah sampai pada titik terlemah Imanku kepadaMu :(
Mungkin sekedar cerita ini cukup untuk sedikit menghilangkan beban ini. 
Cukup untuk bercerita kepadaMU. Aku memang hamba yang lemah. Aku memang sangat mudah jatuh. Tapi aku juga ingin sesekali mendengar kabar gembira itu


Nada itu terdengar hampa.
Bisakah kau mendengarnya?
Aku, tidak bermaksud apa-apa.
Hanya mencari sesuatu yang telah lama melupakanku.
    Aku ingin mengajakmu nostalgia, mau?
Dulu, kita adalah sepasang kekasih.
Aku adalah pujangga di atas tinta.
Kau adalah pembaca puisi emasku.
    Ingatkah kau hari-hari bersimbah kenangan itu?
Saat canda dan tawa kita ukir lewat indahnya senja.
Lalu aku rangkum dalam sketsa pagi.
Agar keindahannya tetap terpancar, meski matahari enggan lagi bersinar.
   Tapi semenjak hari itu, kau pergi.
Lalu, cinta sejatiku tiba-tiba tidak ada.
Kurobek lembar demi lembar kenangan itu.
Dengan harapan kisah ini lebih cepat berlalu.
   Kemudian, aku pergi melanjutkan hidup.
Pergi ke tempat dimana nafas kita tak mungkin bertemu.
Tapi, setiap kali aku mencari sebab pulang.
Kenapa sebab itu selalu berhenti di kamu?
    Kau, memulai hidup baru dengan memotong kehadiranku.
Aku, sendiri bergerilya menggandakan perasaanku.
Kucabik-cabik langit malam, terlihat lagi namamu.
   Lalu, kupanahkan namamu.
Katakan bila engkau ingin mengenyahkanku dari kepalamu.
Katakan kau ingin mengusirku jauh-jauh dari benakmu.
Kecuali kau diam-diam menikmatinya.
Mencintaiku secara sembunyi-sembunyi.

5 Mei 2014. Aku pernah patah hati…


Aku ingin membebaskanmu bukan karena tak ada lagi rasa, tapi ingin mengabulkan keinginanmu.
          Bukankah kau ingin mengejarnya? 
          Mendapatkan kembali hatinya yang dulu untukmu?
Kejarlah, sampai lelah. Aku doakan yang terbaik untukmu.
Bila kau lelah dan dia tak kunjung menanggapi, atau bahkan ia tak mengaharapkanmu.
Datanglah kepadaku....

Aku akan ceritakan tentang orang yang begitu tambah belajar menerima kenyataan.
Akan aku ceritakan tentang orang yang berani membebaskan padahal khawatirnya terus menyiksa
Akan aku ceritakan tentang orang yang selalu ingin menyemangatimu setiap kali bertemu tapi di dalam hatinya, ada lubang yang terus menganga.
Akan aku ceritakan tentang orang yang selalu merapal namamu dalam sujudnya, walaupun kamu tak pernah merapal namanya.

Dia berani membebaskanmu, tapi selalu khawatir hatimu akan terluka.

Aku telah menempatkan tembok yang tinggi antara kau dan aku
Membuat batasan yang tak mudah ditrmbus oleh siapapun termasuk olehmu.
Membuat apa yang aku rasakan tak terlihat oleh siapapun apalagi olehmu.
Membiarkan saja aku dan perasaanku berdua tanpa tersentuh oleh siapapun apalagi olehmu.

Jadi kau tak perlu merasa harus mengetahui keadaanku, atau apa yang terjadi pada perasaanku.
Kau tak seharusnya tau, apalagi seperti tau padahal tak tau.
Jelas-jelas aku tak mengizinkan siapapun untuk mengetahuinya, jadi kau bersabar saja.

Tembok itu akan runtuh dengan sendirinya ketika ada orang yang berjuang untuk mengetahui keadaanku dan menyelamatkan aku lalu menunjukkan aku pada tempat penuh jendela, mempersilahkan aku bertanya tentang apa saja yang tak pernah aku ketahui tentang bagaimana ia tetap berjuang di balik tembok batas itu.

Hal sama yang kau lakukan 2 tahun silam, dan aku selalu mempercayaimu sebagai orang yang mampu membuatku bahagia. It's you :'

Ada yang pernah berjanji akan memperlihatkan aku bintang dri ketinggian,
Ada yang pernah berjanji membawaku ke puncak gunung paling tinggi,
Ada yang pernah berkata bahwa ia akan mengajakku berdiskusi tentang segala hal,
Ada yang pernah berjanji terus menyemangatiku, ada pula yang berjanji takkan meninggalkanku.

Pada perkataanmu, aku bisa menilaimu. Pada janjimu aku bisa melihat apakah kau orang yang patut aku pertahankan atau aku lepaskan.
Pada perkataanmu, aku pertama kali percaya tentang dunia yang lebih indah bila pergi bersama denganmu.

Lalu, malam ini janjimu terasa menyakitkan. Berdenyut dikepalaku yang memutar ulang perkataanmu, yang terdengar begitu meyakinkan, seperti tak kan ada satu hal yang akan membuatmu tak menunaikannya.
Terdengar seperti yang tak pernah berdusta terhadap janjimu.

Apa aku terlalu bodoh telah percaya padamu atau memang kau yang tak pernah mengucapkan janji itu dengan sungguh-sungguh.
Pada janji yang tak pernah kau tunaikan, kau berhutang itu padaku, hari ini, esok, dan seterusnya.

Teruntuk laki-laki yang selalu kusebut namanya dalam doa :)